Latar Belakang Sayembara Esai 2021

Latar Belakang

Dalam perkembangan manusia, filsafat dikenali melalui berbagai perspektif, mulai dari perannya sebagai induk pengetahuan, posisinya sebagai muara dari berbagai ilmu, hingga jenis aktivitas berpikir yang rasional. Berbagai perkembangan peradaban melahirkan nuansa filsafat yang beragam. Demikian juga perbedaan tempat dan waktu membawa manusia pada perenungan atas kebenaran melalui berbagai cara. Kekhasan yang lahir dari karakter manusia dalam mencari jawaban melalui pertanyaan filosofis memunculkan beragam sekolah, mazhab, atau aliran berfilsafat. Kita mengenal banyak istilah seperti filsafat platonik, peripatetik, stoik, hingga strukturalis, kritis, dan post-strukturalis. Dikenal juga beberapa aliran berpikir yang disebut sebagaimana nama dari pengungkap pertamanya seperti Hegelian, Marxian, Konfusian dan lain sebagainya. Bahkan, kita kerap menggunakan tambahan –isme untuk merujuk warna atau pola berpikir dari para filosof terdahulu yang memiliki kesepakatan atas sebuah konsep tertentu. Dari kecenderungan ini dapat ditarik kesimpulan sederhana bahwa terdapat proses transmisi pola berpikir filosofis dari seorang atau sekelompok masyarakat satu ke seorang atau sekelompok masyarakat yang lainnya. Proses transmisi ini melahirkan tradisi berfilsafat, baik yang selanjutnya membawa penetapan maupun perkembangan dari filsafat yang dirujuk.

Di samping itu, tradisi masyarakat untuk memikirkan pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti realitas, kebenaran, keindahan, keahlian, hingga kebaikan memunculkan aktivitas filosofis. Setiap filosof dalam suatu zaman atau satuan masyarakat akan memiliki cara untuk memikirkan dan menjelaskan, misalnya mengenai proses terjadinya dunia atau apa yang melandasi nilai kebaikan. Proses ini mampu melahirkan kecerlangan masyarakat tradisional hingga selanjutnya diwariskan sebagai ajaran filsafat dan kebudayaan. Pemikir yang datang di masa selanjutnya akan melestarikan atau mengkaji kembali hingga muncul berbagai pendekatan lain untuk menjawab pertanyaan yang sama. Karenanya rentang sejarah pemikiran manusia akan memunculkan proses pewarisan pemikiran beserta dengan daya modifikasinya. Inilah yang kemudian dapat kita sebut sebagai tradisi berfilsafat.

Lalu bagaimana kita dapat memahami kondisi filsafat sebagai tradisi? Filsafat sebagai aktivitas berpikir manusia rasional tidak berjalan sendirian. Aktivitas tersebut berjalan seiring dengan aktivitas manusia yang lainnya seperti bertahan hidup, melahirkan penerus, meningkatkan kualitas hidup dan lain sebagainya. Karenanya, filsafat tidak dapat terlepas dari aspek kehidupan manusia yang lainnya. Filsafat akan berhubungan dengan cara manusia menata pengetahuan, menanggapi alam, menata tatanan sosial, dan berbagai aspek lain yang berhubungan dengan aktivitas berpikir manusia. Filsafat sebagai sebuah tradisi berada di dalam dan beriringan dengan aktivitas manusia yang selanjutnya diwariskan dan dikembangkan seiring dengan identitas yang terbentuk. Karenanya ia tidak dapat terlepas dari spektrum waktu kini, nanti, dan dulu.

Salah satu contoh pewarisan tradisi filsafat yang saat ini tengah berada dalam proyek penggalian kembali ialah filsafat nusantara. Filsafat nusantara dipercaya sebagai kumpulan nilai-nilai, bangunan pengetahuan, sistem kepercayaan, dan kesatuan dari berbagai aspek pengetahuan dan kebudayaan yang telah dilaksanakan sekaligus diwariskan oleh masyarakat Indonesia jauh sebelum Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa dan republik. Dalam perjalanannya, filsafat nusantara dipandang sebatas sistem norma atau mungkin dianggap kepercayaan yang perlu ditinggalkan. Karena ini, tidak banyak kesempatan bagi kearifan lokal untuk dapat diakui sebagai filsafat nusantara. Misalnya, filsafat nusantara dianggap tidak memenuhi kriteria sebagai sebuah sistem pemikiran filosofis karena metode penyampaiannya serupa cerita rakyat, aturan pemimpin adat, karya sastra dalam serat atau bahkan dalam penuturan lisan. Kondisi lain yang perlu diperhatikan bahwa, filsafat nusantara tidak dianggap senyata-nyatanya hadir dalam pendidikan filsafat di Indonesia karena banyaknya konsep-konsep filosofis yang datang dari bangsa lain. Apresiasi masyarakat Indonesia terhadap tradisi filsafatnya sendiri hilang bersamaan dengan diterimanya tradisi filsafat dari luar. Selain itu, filsafat nusantara dipercaya telah terangkum dalam nilai-nilai Pancasila sehingga seakan-akan permasalahan dalam filsafat nusantara telah selesai.

Pemahaman bahwa filsafat merupakan bagian dari tradisi membawa kesadaran baru bahwa kekhasan dari pemikiran masyarakat saat ini dan masa lampau memerlukan pengajian ulang. Terkhusus bagi kaum intelektual Indonesia, dengan ditinggalkannya aspek-aspek tradisi nusantara maka aspek warisan filosofis cepat atau lambat akan mengalami abrasi. Permasalahan ini selanjutnya dapat diatasi apabila kaum intelektual di Indonesia berkenan untuk kembali menyoroti kecerlangan, sistem-sistem nilai, dan pengetahuan yang ada di nusantara. Oleh sebab itu, semangat festival filsafat Philofest pada tahun ini berusaha untuk mengajak semua filsuf, pegiat, dan pembelajar filsafat, pendidikan, dan kebudayaan untuk mencari serta merenungkan kembali potensi-potensi filsafat sebagai tradisi, utamanya di Indonesia.

Melalui kegiatan Lokakarya dan Sayembara Esai Filsafat Nasional dengan tema Kini. Nanti. Dulu : Filsafat Sebagai Tradisi, kami selaku panitia Philofest 2021 berharap agar kesadaran atas  filsafat sebagai tradisi dapat menumbuhkan kembali pentingnya wawasan filsafat terutama di Indonesia.

Pengumuman pemenang sayembara
Sabtu, 18 Agustus 2021


Dewan juri

Alexander Aur, S. S., M. Hum
Achmad Dhofir Zuhry, S. Sos., M. Fil.
Untara Simon, S. S., M. Hum.